Tampilkan postingan dengan label Pemimpin Pengelolaan Sumber daya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemimpin Pengelolaan Sumber daya. Tampilkan semua postingan

Jumat, 08 Oktober 2021

Tindakan Aksi Nyata Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

Pemanfaatan Aset Sekolah untuk Menanamkan Perilaku Hidup Bersih bagi Anak Usia Dini Melalui Program 'SASIH'
disusun oleh Noviyanti, S.Pd.I
CGP Angkatan 2 Kabupaten Cianjur





Latar Belakang

Pendidikan Anak Usia Dini menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Masa anak usia dini disebut juga dengan golden age karena pada tahap inilah perkembangan otak menempati posisi yang paling pesat yakni mencapai 80% perkembangan otak. Oleh karena itu, pemberian pendidikan terutama kebersihan dan kesehatan pada anak usia dini sangat baik dilakukan. Karena anak usia dini memiliki kemampuan memori yang kuat sehingga pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) akan berpeluang besar menjadi suatu kebiasaan di tahapan kehidupan selanjutnya.

Anak usia dini akan tumbuh dan berkembang secara optimal jika berada dalam lingkungan yang mendukung baik di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Sekolah TK memiliki aset yang dapat diberdayakan sehingga menjadi sasaran strategis untuk menanamkan nilai-nilai positif kepada anak usia dini serta memperkenalkan dan membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Program sekolah sudah dirancang sedemikian rupa agar dapat menanamkan kebiasaan PHBS. Beberapa program sekolah sudah berhasil dilaksanakan dengan memberdayakan aset sekolah. Lingkungan yang bersih dan nyaman; sarana prasarana kebersihan dan kesehatan yang memadai; pemeriksaan pertumbuhan anak secara rutin; pemberian makanan tambahan; dan kurikulum pembelajaran yang memetakan PHBS sebagai salah satu materi pembelajaran pada anak usia dini.

Berdasarkan hal tersebut, saya merancang sebuah program 'SASIH' (SAdar berSIH) yang akan mendorong murid melakukan pola hidup bersih melalui kegiatan menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitarnya sehingga menjadi suatu pembiasaan.

Tujuan

1. Memberdayakan aset sekolah dengan menggunakan pendekatan berbasis aset (Asset Based Thinking)
2. Murid memiliki kesadaran untuk selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitarnya tanpa harus dipaksa

Tolak Ukur

1. Murid dapat menjaga kebersihan diri
2. Murid dapat menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya baik di sekolah atau di rumah

Lini Masa Tindakan yang Dibutuhkan (BAGJA)


Saya merancang program ini bertepatan dengan kegiatan pembelajaran bertema Kebutuhanku sub tema Keamanan, Kebersihan dan Kesehatan (K3) sehingga program yang dirancang sesuai dengan kegiatan pembelajaran. Saya sudah mendiskusikan program bersama kepala sekolah dan  guru pada hari jumat, 1 Oktober 2021 dan teknis pelaksanaan dimulai hari Senin, 4 Oktober 2021 s/d Jumat, 8 Oktober 2021 dengan ketentuan pembelajaran tatap muka hari senin (4 Oktober 2021) dan rabu (6 Oktober 2021) sedangkan hari lainnya murid lebih banyak beraktivitas di rumah dengan bimbingan orang tua dan guru (melalui grup whatsapp).


Dukungan yang dibutuhkan

1. Aset yang dimiliki sekolah dan alat pendukung yang dibutuhkan terutama di bidang kebersihan
2. Pihak-pihak yang mendukung jalannya kegiatan yaitu kepala sekolah, guru, para orang tua murid dan para murid. Dukungan dari kepala sekolah dan rekan sejawat dibutuhkan untuk kelancaran aksi supaya bisa diterapkan di kelas lainnya. dan juga dukungan orang tua dalam memantau dan membimbing anaknya di rumah

Hasil dari aksi nyata yang dilakukan

1. Mendapat izin dari kepala sekolah untuk menyelenggarakan program SASIH
2. Mengkomunikasikan program SASIH kepada rekan guru dan orang tua murid
3. Terjalin kolaborasi yang efektif antara guru dan orang tua murid untuk pelaksanaan program SASIH dan selalu menjalin komunikasi aktif tentang perkembangan murid
4. Murid antusias melaksanakan program ini terbukti dari semangat tinggi untuk melakukan kegiatan kebersihan baik di kelas maupun di rumah
5. Murid dapat menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitarnya secara sadar tanpa harus dipaksa.

Berdasarkan hasil komunikasi guru dan orang tua murid yang menyatakan anaknya dapat menjaga kebersihan di rumah tanpa harus dipaksa, meski kadang perlu diingatkan dengan nasihat yang baik. Sedangkan di kelas, pembiasaan kebersihan sudah diterapkan sejak awal tahun ajaran baru namun terkadang masih ada murid yang kurang menjaga dan harus diingatkan. Dengan program SASIH, semakin banyak murid yang mengetahui arti penting menjaga kebersihan dan mulai terlihat perubahan signifikan pada murid untuk senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitarnya.

Pembelajaran yang didapat :

Faktor pendukung keberhasilan :
1. Dukungan kepala sekolah dan guru untuk pelaksanaan program SASIH
2. Program sekolah tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat sudah berjalan, sehingga semakin memperkuat tujuan tercapainya program SASIH
3. Dukungan dan kerjasama orang tua murid dalam membimbing murid
4. Antusias para murid untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan

Faktor penghambat yang didapat :
1. Pelaksanaan program hanya 1 minggu. Alangkah lebih baik jika waktunya bisa lebih lama misal 2 minggu agar perilaku hidup bersih lebih tertanam dalam diri murid
2. Keterbatasan tatap muka disebabkan masih dalam kondisi pandemi COVID-19 

Rencana perbaikan untuk pelaksanaan di masa mendatang 

1. Pada saat merancang program perlu memperhatikan waktu yang dibutuhkan secara cermat
2. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan dijadikan sebagai aturan/kesepakatan kelas yang disetujui bersama antara guru dan murid. Artinya ada tambahan 1 poin aturan kesepakatan kelas
Gambar di atas adalah kesepakatan kelas pada saat awal masuk sekolah. Lalu ditambahkan 1 poin kesepakatan kelas yaitu menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Gambar kesepakatan kelas terbaru
3. Untuk evaluasi kegiatan dapat dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung dan hasil diskusi bersama orang tua

 Dokumentasi kegiatan
Kegiatan forum guru. Salah satu materinya yaitu membahas program yang akan saya lakukan
Gambar kegiatan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir

Gambar pemeriksaan suhu tubuh
Gambar pemeriksaan kuku

Gambar diskusi guru dan murid tentang kegiatan main yang akan dilakukan yaitu kerja bakti membersihkan kelas. Murid diberi kebebasan untuk memilih membersihkan area/tempat yang diinginkan
Gambar murid sedang membersihkan kelas
Gambar kegiatan menggosok gigi

Gambar kekompakan para murid kelompok B1 TK Al Qalam

Gambar kegiatan menggosok gigi saat di rumah

Klik link video kegiatan SASIH pada saat di rumah




Kamis, 30 September 2021

Koneksi Antar Materi : Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

Sekolah sebagai ekosistem adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik dan abiotik yang menciptakan hubungan selaras dan harmonis. Unsur biotik terdiri dari murid, kepala sekolah, guru, staff TU, pengawas sekolah, orang tua dan masyarakat lingkungan sekitar. Sedangkan faktor abiotik yaitu keuangan, sarana dan prasarana.Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi ibarat siklus makanan.

Dalam mengelola sumber daya, ada 2 pendekatan yang mungkin diterapkan oleh seorang pemimpin yaitu :

1. Pendekatan berbasis kekurangan (defisit based thinking)

2. Pendekatan berbasis kekuatan (asset based thinking)

Berbasis pada kekurangan/masalah/hambatan

Berbasis pada aset

Fokus pada masalah dan isu

Fokus pada aset dan kekuatan

Berkutat pada masalah utama

Membayangkan masa depan

Mengidentifikasi kebutuhan dan kekurangan – selalu bertanya apa yang kurang?

Berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut.

Fokus mencari bantuan dari sponsor atau institusi lain

Mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya (aset dan kekuatan)

Merancang program atau proyek untuk menyelesaikan masalah

Merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan

Mengatur kelompok yang dapat melaksanakan proyek

Melaksanakan rencana aksi yang sudah diprogramkan

(Green & Haines, 2010)

Jika menggunakan pendekatan asset based thinking, akan sejalan dengan model inkuiri apresiatif yang sudah kita pelajari. Inkuiri Apresiatif (IA) adalah sebuah paradigma untuk melihat sesuatu fokus pada kekuatan. 

Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) muncul sebagai kritik terhadap pendekatan konvensional atau tradisional yang menekankan pada masalah dan kekurangan yang ada pada suatu komunitas. PKBA menekankan pada nilai prinsip dan cara berfikir mengenai dunia yaitu memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Sekolah dapat disebut komunitas karena berdasarkan definisi komunitas adalah kelompok sosial yang nyata yang terdiri dari kumpulan individu dengan berbagai peran dan latar belakang yang mempunyai satu tujuan tertentu yaitu  tujuan pendidikan. Atau sekolah juga dapat disebut miniatur sebuah tatanan masyarakat di daerah tertentu. Sehingga pendekatan PKBA dapat diimplementasikan dalam pendekatan Pengembangan Sekolah Berbasis Aset.

Ada 7 aset/modal utama sekolah yaitu :

1. Modal manusia

2. Modal sosial

3. Modal fisik

4. Modal lingkungan

5. Modal finansial

6. Modal politik

7. Modal agama dan budaya

Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya

Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu mengelola dan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang dimiliki oleh sekolah untuk mewujudkan merdeka belajar. Dengan memanfaatkan sumber daya, pembelajaran semakin berkualitas dan tumbuh kembang murid dapat ditingkatkan secara optimal.

Selain itu, harus adanya kolaborasi berbagai pihak sekolah terkait sumber daya yang ada, memetakan aset-aset tersebut dan mengelolanya dengan optimal sehingga terwujud visi dan misi sekolah. 

Keterkaitan Materi dengan Modul Sebelumnya

Mari kita simak poin penting tsb yaitu :

1. Paradigma Inkuiri Apresiatif fokus pada penggalian kekuatan dan inti positif serta meyakini bahwa setiap individu memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi untuk keberhasilan berdasarkan tahapan BAGJA 

2. Konsep pemikiran KHD tentang kodrat alam dan zaman, bahwa murid tumbuh dengan kodratnya masing-masing, pendidik hanya menuntun dan merawat tumbuh kembangnya agar bisa optimal.

"Maksud pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat'

3. Pengelolaan sumber daya berbasis aset (asset based thinking) menurut Kattery Crammer adalah kekuatan berfikir positif untuk mengembangkan diri yaitu berfokus pada pengembangan positif dan aset yang dimiliki komunitas

4. Nilai dan Peran Guru Penggerak

5. Budaya Positif yang dapat ditumbuhkan dan dikembangkan di sekolah

Dari poin-poin tersebut terdapat korelasi yaitu guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus mampu menuntun dan merawat tumbuh kembangnya kekuatan positif dari dalam diri anak dan mampu menggali serta fokus pada setiap kelebihan-kelebihan yang ada untuk kemudian menjadi modal dasar pengembangan potensi anak sehingga tercipta murid yang merdeka belajar. Sekolah yang menerapkan budaya positif akan semakin menguatkan dan mempertegas arah tujuan pendidikan yang berpusat pada murid.

Perubahan Pikiran Sebelum dan Sesudah Mempelajari Materi Ini

Sebelum mendapatkan materi ini, saya merasa sekolah belum memiliki aset yang banyak dan terkadang masih pesimis melihat keadaan sekolah, mungkin karena saya masih memandang sekolah berbasis kekurangan. Namun setelah mendapatkan materi ini, mata saya terbuka dan menyadari begitu banyak aset sekolah yang bisa diberdayakan menjadi modal pengembangan pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas


Rancangan Tindakan Aksi Nyata Modul 3.2







Kamis, 23 September 2021

Refleksi Aset TK Al Qalam Cianjur

 

Berdasarkan pemetaan 7 modal utama di TK Al Qalam telah menunjukkan kemajuan dari tahun-tahun sebelumnya. Dulu nama TK Al Qalam terdengar asing di kegiatan IGTKI, sekarang sekolah TK yang lain sudah mulai mengenalinya. Perbaikan terus dilakukan mulai dengan pembenahan intern yaitu memupuk rasa persaudaraan, hingga berkiprah di organisasi yang lain dengan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan baik yang ada di IGTKI (pusat), IGTKI (daerah) dan Gugus Siti Jenab (lingkungan sekitar sekolah).

Seiring berjalannya waktu,  para guru telah melakukan berbagai pelatihan dan menunjukkan keterampilan yang meningkat terutama dalam kegiatan pembelajaran.  Para murid semakin antusias dalam belajar, karena prinsip yang dipegang guru adalah prinsip bermain yang berdaya guna.  Banyak alumni yang telah merasakan sistem pendidikan di TK Al Qalam, dan sampai sekarang TK Al Qalam masih diminati oleh orang tua untuk mendaftarkan anaknya belajar di sini.

TK Al Qalam termasuk sekolah yang unik, karena jika dibandingkan dengan sekolah PAUD yang ada di sekitarnya, sekolah ini lebih mengutamakan konsep bermain yang berdaya guna. Tak aneh, alat permainan outdoor terbilang cukup lengkap. Murid diberi kebebasan untuk bergerak dan bermain. Konsep pembelajaran yang menyenangkan menjadi satu konsep yang senantiasa ditanamkan di sekolah ini.

Jika melihat fasilitas sekolah termasuk sarana prasarana yang tersedia terbilang memuaskan karena kelengkapannya hampir sama dengan TK yang ada di pusat kota Cianjur. Dengan biaya pendidikan yang terjangkau, semua kalangan dapat menikmati fasilitas pembelajaran yang layak dan lengkap.  Meskipun posisinya ada di pedalaman ( perbatasan desa dan kota), dengan kondisi masyarakat menengah ke bawah, namun TK Al Qalam tetap eksis dan berkiprah di kegiatan IGTKI yang ada di pusat kota cianjur.

TK Al Qalam yang berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam Al Qalam memiliki beberapa sumber pemasukan. Untuk masalah gaji, yayasan memiliki donatur tetap dari pengusaha sapi dan pabrik tahu.  Adapun untuk kegiatan operasional dan penyediaan fasilitas diperoleh dari iuran murid dan BOP. Dan merupakan kegiatan rutin, setiap Idul Adha, pengusaha sapi tersebut membagikan daging kurban dan setiap Ramadhan membagikan beras kepada seluruh karyawan yayasan (termasuk para guru).  Selain itu, sekolah diberi kebebasan untuk belajar di tempat peternakan sapi yang ada di dekat sekolah.

Salah satu kekuatan TK Al Qalam adalah adanya visi bahwa semua warga layak mendapat pendidikan. Artinya sekolah berusaha agar kalangan menengah ke bawah mendapat fasilitas pembelajaran yang lengkap dengan menetapkan biaya yang terjangkau. Terbukti dari salah satu kebijakan sekolah yaitu adanya keringanan biaya bagi murid kurang mampu dan anak yatim/piatu bahkan bisa digratiskan jika persyaratan terpenuhi.

Demikian refleksi mengenai aset yang ada di TK Al Qalam. Semoga semakin maju dan mampu memberikan output yang terbaik bagi generasi penerus. Aamiin

Jumat, 17 September 2021

Sekolah sebagai ekosistem

 Sekolah sebagai Ekosistem


Klik di sini untuk menonton videonya

JIka diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah:

  • Murid
  • Kepala Sekolah
  • Guru
  • Staf/Tenaga Kependidikan
  • Pengawas Sekolah
  • Orang Tua
  • Masyarakat sekitar sekolah

 Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah:

  • Keuangan
  • Sarana dan prasarana

Pendekatan Berbasis Kekurangan (Deficit-Based Thinking) dan Pendekatan Berbasis Aset (Asset-Based Thinking)


Klik di sini untuk menonton videonya

Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking)  akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja.  Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif.  Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih.  Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar.

Pendekatan  berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri.  Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.

Perbedaan antara pendekatan berbasis kekurangan dengan pendekatan berbasis aset dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Berbasis pada kekurangan/masalah/hambatan

Berbasis pada aset

Fokus pada masalah dan isu

Fokus pada aset dan kekuatan

Berkutat pada masalah utama

Membayangkan masa depan

Mengidentifikasi kebutuhan dan kekurangan – selalu bertanya apa yang kurang?

Berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut.

Fokus mencari bantuan dari sponsor atau institusi lain

Mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya (aset dan kekuatan)

Merancang program atau proyek untuk menyelesaikan masalah

Merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan

Mengatur kelompok yang dapat melaksanakan proyek

Melaksanakan rencana aksi yang sudah diprogramkan

(Green & Haines, 2010)

Sejarah Singkat Pendekatan ABCD (Asset-Based Community Development)

Asset-Based Community Development (ABCD) yang selanjutnya akan kita sebut dengan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) merupakan suatu kerangka kerja yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann, di mana keduanya adalah pendiri dari ABCD Institute di Northwestern University. ABCD dibangun dari kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh anggota komunitas, kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal untuk menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman, 2010).  

Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) muncul sebagai kritik terhadap pendekatan konvensional atau tradisional yang menekankan pada masalah, kebutuhan, dan kekurangan yang ada pada suatu komunitas. Pendekatan tradisional tersebut menempatkan komunitas sebagai penerima bantuan, dengan demikian dapat menyebabkan anggota komunitas menjadi tidak berdaya, pasif, dan selalu merasa bergantung dengan pihak lain.

Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) menekankan pada nilai, prinsip dan cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat komunitas sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekedar penerima bantuan. Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang produktif.

 Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset  menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan.

Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset  berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas.  Selama ini komunitas sibuk pada strategi mencari pemecahan pada masalah yang sedang dihadapi. Pendekatan PKBA merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh pihak yang ada di dalam sebuah komunitas atau disebut sebagai community-driven development. Di dalam buku ‘Participant Manual of Mobilizing Assets for Community-driven Development’ (Cunningham, 2012) menuliskan perbedaannya dengan pendekatan yang dibantu oleh pihak luar.  Penjelasan yang ada sebetulnya ditujukan untuk pengembangan masyarakat, namun tetap bisa kita implementasikan pada lingkungan sekolah karena sebetulnya adalah miniatur sebuah tatanan masyarakat di suatu daerah.

  1. Perubahan masyarakat yang signifikan karena warga lokal dalam masyarakat tersebut yang mengupayakan perubahan. Apabila kita aplikasikan ke lingkungan sekolah dan seluruh warga sekolah berupaya melakukan perubahan maka perubahan tersebut pasti akan terjadi.
  2. Warga masyarakat akan bertanggung jawab pada yang sudah mereka mulai.  Dengan demikian setiap warga sekolah akan bertanggung jawab atas apa yang sudah dimulai.
  3. Membangun dan membina hubungan merupakan inti dari membangun masyarakat inklusif yang sehat.  Membangun dan membina hubungan antar warga sekolah, seperti hubungan guru-guru, guru – kepala sekolah, guru – murid – guru, guru – staf sekolah – guru, staf sekolah – murid – staf sekolah, ataupun kepala sekolah – murid – kepala sekolah menjadi sangat penting untuk membangun sekolah yang sehat dan inklusif.
  4. Masyarakat tidak pernah dibangun dengan berfokus terus pada kekurangan, kebutuhan dan masalah. Masyarakat merespons secara kreatif ketika fokus pembangunan pada sumber daya- sumber yang tersedia, kapasitas yang dimiliki, kekuatan dan aspirasi yang ada.  Sekolah harus dibangun dengan melihat pada kekuatan, potensi, dan tantangan, kita harus bisa fokus pada pembangunan sumber daya yang tersedia, kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan aspirasi yang sudah ada.
  5. Kekuatan sekolah berbanding lurus dengan tingkat keberagaman keinginan unsur sekolah yang ada, dan pada tingkat kemampuan mereka untuk menyumbangkan kemampuan yang ada pada mereka dan aset yang ada untuk sekolah yang lebih baik. 
  6. Dalam setiap unsur sekolah, pasti ada sesuatu yang berhasil. Dari pada menanyakan “ada masalah apa?” dan “bagaimana memperbaikinya?”, lebih baik bertanya “apa yang telah berhasil dilakukan?” dan “bagaimana mengupayakan lebih banyak hasil lagi?” Cara bertanya ini mendorong energi dan kreativitas. 
  7. Menciptakan perubahan yang positif mulai dari sebuah perbincangan sederhana. Hal ini merupakan cara bagaimana manusia selalu berpikir bersama dan mencetuskan/memulai suatu tindakan. 
  8. Suasana yang menyenangkan harus merupakan salah satu prioritas tinggi dalam setiap upaya membangun sekolah. 
  9. Faktor utama dalam perubahan yang berkelanjutan adalah kepemimpinan lokal dan pengembangan dan pembaharuan kepemimpinan itu secara terus menerus. 
  10. Titik awal perubahan selalu pada perubahan pola pikir (mindset) dan sikap yang positif. 

Aset-aset dalam sebuah komunitas

Dalam mengatasi tantangan pada pendekatan tradisional yang digunakan untuk mengatasi permasalahan perkotaan, di mana penyedia jasa dan lembaga donor lebih menekankan pada kebutuhan dan kekurangan yang terdapat pada komunitas, Kretzmann dan McKnight menunjukkan bahwa aset yang dimiliki oleh komunitas adalah kunci dari usaha perbaikan kehidupan pada komunitas perkotaan dan pedesaan .

Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community development, ada 7 aset utama atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama, yaitu:

1.    Modal Manusia

  • Sumber daya manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi sangat penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan harga diri seseorang.
  • Pemetaan modal atau aset individu merupakan kegiatan menginventaris pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki setiap warganya dalam sebuah komunitas, atau dengan kata lain, inventarisasi perorangan dapat dikelompokkan berdasarkan sesuatu yang berhubungan dengan hati, tangan, dan kepala.
  • Pendekatan lain mengelompokkan aset atau modal ini dengan melihat kecakapan seseorang yang berhubungan dengan kemasyarakatan, contohnya kecakapan memimpin sekelompok orang, dan kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok.  Kecakapan yang berhubungan dengan kewirausahaan, contohnya kecakapan dalam mengelola usaha, pemasaran, yang negosiasi.  Kecakapan yang berhubungan dengan seni dan budaya, contohnya kerajinan tangan, menari, bermain teater, dan bermain musik.

 2.    Modal Sosial

  • Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan ( networking) antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat.
  • Investasi yang berdampak pada bagaimana manusia, kelompok, dan organisasi dalam komunitas berdampingan, contohnya kepemimpinan, bekerjasama, saling percaya, dan punya rasa memiliki masa depan yang sama.
  • Contoh-contoh yang termasuk dalam modal sosial antara lain adalah asosiasi. Asosiasi adalah suatu kelompok yang ada di dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas  dua orang atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan saling berbagi untuk suatu tujuan yang sama. Asosiasi terdiri atas kegiatan yang bersifat formal maupun nonformal. Beberapa contoh tipe asosiasi adalah berdasarkan keyakinan, kesamaan profesi, kesamaan hobi, dan sebagainya. Terdapat beberapa macam bentuk modal sosial, yaitu fisik (lembaga), misalnya asosiasi dan institusi. Institusi adalah suatu lembaga yang mempunyai struktur organisasi yang jelas dan biasanya sebagai salah satu faktor utama dalam proses pengembangan komunitas masyarakat.

 3.    Modal Fisik

Terdiri atas dua kelompok utama, yaitu:

  • Bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses pembelajaran, laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan.
  • Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan lain-lain.

 4.   Modal Lingkungan/alam

  • Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup.  Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.
  • Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali untuk menenun, dan sebagainya.

 5.    Modal Finansial

  • Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas.
  • Modal finansial termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan pajak, hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal.
  • Modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.

 6.    Modal Politik

  • Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas.
  • Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.

 7.    Modal Agama dan budaya

  • Upaya pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih sayang, dan unsur dari kebijakan praktis (dorongan utama pada kegiatan pelayanan). Termasuk juga kepercayaan, nilai, sejarah, makanan, warisan budaya, seni, dan lain-lain.
  • Kebudayaan yang unik di setiap daerah masing-masing merupakan serangkaian ide, gagasan, norma, perlakuan, serta benda yang merupakan hasil karya manusia yang hidup berkembang dalam sebuah ruang geografis.
  • Agama merupakan suatu sistem berperilaku yang mendasar, dan berfungsi untuk mengintegrasikan perilaku individu di dalam sebuah komunitas, baik perilaku lahiriah maupun simbolik.  Agama menuntut terbentuknya moral sosial yang bukan hanya kepercayaan, tetapi juga perilaku atau amalan.
  • Identifikasi dan pemetaan modal budaya agama merupakan langkah yang sangat penting untuk melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu komunitas, termasuk kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung atau tidak langsung di dalamnya.
  • Sangat penting kita mengetahui sejauh mana keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang pengembangan perencanaan dan kegiatan bersama.

Studi kasus Deficit Based Thinking dan Asset Based Thinking


Klik disini untuk menonton videonya

Studi kasus 1:

Ibu Yuni adalah salah satu guru SMP favorit yang selalu diincar oleh para orang tua.  Sekolah tersebut juga selalu menduduki peringkat I rerata perolehan nilai UN. Murid-murid begitu kompetitif memperoleh nilai ulangan dan prestasi lainnya, dan dalam keseharian proses belajar mengajar, murid terlihat sangat patuh dan tertib. Bahkan, ada yang bergurau bahwa murid di sekolah favorit tersebut tetap antusias belajar meskipun jam kosong.

Keadaan berubah semenjak regulasi PPDB Zonasi digulirkan.  Ibu Yuni mulai sering marah-marah di kelas karena karakter dan tingkat kepandaian murid-muridnya yang heterogen.  Sering terdengar, meja guru digebrak oleh Ibu Yuni karena kondisi kelas yang susah dikendalikan. Apalagi, jika murid-murid tidak kunjung paham terhadap materi pelajaran yang Ibu Yuni jelaskan.  Seringkali, begitu keluar dari kelas, raut muka Ibu Yuni merah padam dan kelelahan.  Suatu hari, ada laporan berupa foto dari layar telepon genggam yang menunjukkan tulisan tentang Ibu Yuni menjadi bulan-bulanan murid-murid di grup WhatsApp.

Beberapa murid dipanggil oleh Guru BK.  Ibu Yuni juga berada di ruang konseling saat itu, beliau marah besar dan tidak terima penghinaan yang dilontarkan lewat pesan WA murid-muridnya. Bahkan, beliau memboikot, tidak akan mengajar jika murid-murid yang terlibat pembicaraan tersebut tidak dikeluarkan dari sekolah. Kasus tersebut terdengar pula oleh guru-guru sekolah non favorit. “Saya mah sudah biasa menghadapi murid nakal dan bebal.” Kata Bu Siti, yang mengajar di sekolah non favorit.

Pertanyaan

Bagaimana Anda melihat kasus Ibu Yuni ini? Hubungkan dengan segala aspek yang bisa didiskusikan dari materi modul ini

Jawaban studi kasus I : Menurut saya, ibu Yuni belum siap menghadapi kenyataan. Ibu Yuni membanding-bandingkan muridnya yang awalnya murid-muridnya kompetitif, patuh dan tertib. Namun sekarang, murid-muridnya memiliki karakter dan tingkat kepandaian yang heterogen. Beliau terlalu fokus pada kekurangan muridnya. sehingga muncul rasa kecewa yang besar. Seharusnya beliau melakukan teknik kesadaran penuh agar bisa berpikir tenang. Kemudian memandang muridnya dengan nilai positif. Semua murid itu unik dan memiliki kelebihan masing-masing. Justru ini adalah kesempatan emas bagi ibu Yuni untuk bisa melejitkan potensi murid-muridnya. Kemampuan ibu Yuni dalam memetakan kebutuhan belajar murid akan mampu menggali potensi mereka dengan maksimal

Studi kasus 2:

Pak Parjo, guru yang dicintai para muridnya. Cara mengajarnya hebat, ramah, dan menyayangi murid layaknya anak sendiri.  Suatu ketika, Dinas Pendidikan daerah membuka lowongan pengawas sekolah. Kepala Sekolah merekomendasi Pak Parjo untuk mendaftar seleksi calon pengawas sekolah.   Kepala sekolah memilih Pak Parjo untuk mengikuti seleksi karena selain berkualitas, dewan gurupun begitu antusias mendukung Pak Parjo mengikuti seleksi calon pengawas sekolah.

Secara portofolio, penghargaan kejuaraan perlombaan guru, karya alat peraga berbahan limbah yang Pak Parjo ikuti selalu bisa sampai mendapatkan penghargaan lomba tingkat nasional.  Kecerdasannya pun juga luar biasa di mana nilai Uji Kompetensi Gurunya (UKG) bisa mencapai nilai 90, Namun, Pak Parjo justru merasa sedih direkomendasikan kepala sekolahnya mengikuti seleksi calon pengawas sekolah.

Pertanyaan

Bagaimana pendapat Anda mengenai sikap Parjo? Apabila Anda sebagai Kepala Sekolah, apa yang bisa Anda lakukan?

Saya melihat kasus pak Parjo termasuk dilema etika, menghadapi dua pilihan yang sama benar. Sebagai kepala sekolah, sebaiknya melakukan diskusi dengan pak Parjo. Terapkan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan mulai dari menentukan nilai-nilai yang bertentangan (kenapa pa parjo merasa sedih ketika direkomendasikan untuk mengikuti seleksi calon pengawas sekolah padahal harusnya senang bisa berkiprah mengepakkan sayap lebih lebar dalam menyebarkan ilmu beliau di dunia pendidikan), pihak yang terlibat, kumpulkan fakta yang relevan, pengujian (uji legal, regulasi, intuisi, publikasi dan panutan), paradigma, prinsip resolusi, investigasi opsi trilema, buat keputusan, tinjau lagi keputusan dan refleksikan. Apapun hasil keputusan diserahkan kepada pak Parjo, Kepala sekolah hanya menyarankan/memberi masukan tentang kekuatan yang dimiliki pak Parjo