Sekolah sebagai Ekosistem
Klik di sini untuk menonton videonya
JIka diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah:
- Murid
- Kepala Sekolah
- Guru
- Staf/Tenaga Kependidikan
- Pengawas Sekolah
- Orang Tua
- Masyarakat sekitar sekolah
Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah:
- Keuangan
- Sarana dan prasarana
Pendekatan Berbasis Kekurangan (Deficit-Based Thinking) dan Pendekatan Berbasis Aset (Asset-Based Thinking)
Klik di sini untuk menonton videonya
Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar.
Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.
Perbedaan antara pendekatan berbasis kekurangan dengan pendekatan berbasis aset dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Berbasis pada kekurangan/masalah/hambatan | Berbasis pada aset |
Fokus pada masalah dan isu | Fokus pada aset dan kekuatan |
Berkutat pada masalah utama | Membayangkan masa depan |
Mengidentifikasi kebutuhan dan kekurangan – selalu bertanya apa yang kurang? | Berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut. |
Fokus mencari bantuan dari sponsor atau institusi lain | Mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya (aset dan kekuatan) |
Merancang program atau proyek untuk menyelesaikan masalah | Merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan |
Mengatur kelompok yang dapat melaksanakan proyek | Melaksanakan rencana aksi yang sudah diprogramkan |
(Green & Haines, 2010)
Sejarah Singkat Pendekatan ABCD (Asset-Based Community Development)Asset-Based Community Development (ABCD) yang selanjutnya akan kita sebut dengan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) merupakan suatu kerangka kerja yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann, di mana keduanya adalah pendiri dari ABCD Institute di Northwestern University. ABCD dibangun dari kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh anggota komunitas, kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal untuk menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman, 2010).
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) muncul sebagai kritik terhadap pendekatan konvensional atau tradisional yang menekankan pada masalah, kebutuhan, dan kekurangan yang ada pada suatu komunitas. Pendekatan tradisional tersebut menempatkan komunitas sebagai penerima bantuan, dengan demikian dapat menyebabkan anggota komunitas menjadi tidak berdaya, pasif, dan selalu merasa bergantung dengan pihak lain.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) menekankan pada nilai, prinsip dan cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat komunitas sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekedar penerima bantuan. Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang produktif.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas. Selama ini komunitas sibuk pada strategi mencari pemecahan pada masalah yang sedang dihadapi. Pendekatan PKBA merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh pihak yang ada di dalam sebuah komunitas atau disebut sebagai community-driven development. Di dalam buku ‘Participant Manual of Mobilizing Assets for Community-driven Development’ (Cunningham, 2012) menuliskan perbedaannya dengan pendekatan yang dibantu oleh pihak luar. Penjelasan yang ada sebetulnya ditujukan untuk pengembangan masyarakat, namun tetap bisa kita implementasikan pada lingkungan sekolah karena sebetulnya adalah miniatur sebuah tatanan masyarakat di suatu daerah.
- Perubahan masyarakat yang signifikan karena warga lokal dalam masyarakat tersebut yang mengupayakan perubahan. Apabila kita aplikasikan ke lingkungan sekolah dan seluruh warga sekolah berupaya melakukan perubahan maka perubahan tersebut pasti akan terjadi.
- Warga masyarakat akan bertanggung jawab pada yang sudah mereka mulai. Dengan demikian setiap warga sekolah akan bertanggung jawab atas apa yang sudah dimulai.
- Membangun dan membina hubungan merupakan inti dari membangun masyarakat inklusif yang sehat. Membangun dan membina hubungan antar warga sekolah, seperti hubungan guru-guru, guru – kepala sekolah, guru – murid – guru, guru – staf sekolah – guru, staf sekolah – murid – staf sekolah, ataupun kepala sekolah – murid – kepala sekolah menjadi sangat penting untuk membangun sekolah yang sehat dan inklusif.
- Masyarakat tidak pernah dibangun dengan berfokus terus pada kekurangan, kebutuhan dan masalah. Masyarakat merespons secara kreatif ketika fokus pembangunan pada sumber daya- sumber yang tersedia, kapasitas yang dimiliki, kekuatan dan aspirasi yang ada. Sekolah harus dibangun dengan melihat pada kekuatan, potensi, dan tantangan, kita harus bisa fokus pada pembangunan sumber daya yang tersedia, kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan aspirasi yang sudah ada.
- Kekuatan sekolah berbanding lurus dengan tingkat keberagaman keinginan unsur sekolah yang ada, dan pada tingkat kemampuan mereka untuk menyumbangkan kemampuan yang ada pada mereka dan aset yang ada untuk sekolah yang lebih baik.
- Dalam setiap unsur sekolah, pasti ada sesuatu yang berhasil. Dari pada menanyakan “ada masalah apa?” dan “bagaimana memperbaikinya?”, lebih baik bertanya “apa yang telah berhasil dilakukan?” dan “bagaimana mengupayakan lebih banyak hasil lagi?” Cara bertanya ini mendorong energi dan kreativitas.
- Menciptakan perubahan yang positif mulai dari sebuah perbincangan sederhana. Hal ini merupakan cara bagaimana manusia selalu berpikir bersama dan mencetuskan/memulai suatu tindakan.
- Suasana yang menyenangkan harus merupakan salah satu prioritas tinggi dalam setiap upaya membangun sekolah.
- Faktor utama dalam perubahan yang berkelanjutan adalah kepemimpinan lokal dan pengembangan dan pembaharuan kepemimpinan itu secara terus menerus.
- Titik awal perubahan selalu pada perubahan pola pikir (mindset) dan sikap yang positif.
Aset-aset dalam sebuah komunitas
Dalam mengatasi tantangan pada pendekatan tradisional yang digunakan untuk mengatasi permasalahan perkotaan, di mana penyedia jasa dan lembaga donor lebih menekankan pada kebutuhan dan kekurangan yang terdapat pada komunitas, Kretzmann dan McKnight menunjukkan bahwa aset yang dimiliki oleh komunitas adalah kunci dari usaha perbaikan kehidupan pada komunitas perkotaan dan pedesaan .
Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community development, ada 7 aset utama atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama, yaitu:
1. Modal Manusia
- Sumber daya manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi sangat penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan harga diri seseorang.
- Pemetaan modal atau aset individu merupakan kegiatan menginventaris pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki setiap warganya dalam sebuah komunitas, atau dengan kata lain, inventarisasi perorangan dapat dikelompokkan berdasarkan sesuatu yang berhubungan dengan hati, tangan, dan kepala.
- Pendekatan lain mengelompokkan aset atau modal ini dengan melihat kecakapan seseorang yang berhubungan dengan kemasyarakatan, contohnya kecakapan memimpin sekelompok orang, dan kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok. Kecakapan yang berhubungan dengan kewirausahaan, contohnya kecakapan dalam mengelola usaha, pemasaran, yang negosiasi. Kecakapan yang berhubungan dengan seni dan budaya, contohnya kerajinan tangan, menari, bermain teater, dan bermain musik.
2. Modal Sosial
- Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan ( networking) antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat.
- Investasi yang berdampak pada bagaimana manusia, kelompok, dan organisasi dalam komunitas berdampingan, contohnya kepemimpinan, bekerjasama, saling percaya, dan punya rasa memiliki masa depan yang sama.
- Contoh-contoh yang termasuk dalam modal sosial antara lain adalah asosiasi. Asosiasi adalah suatu kelompok yang ada di dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas dua orang atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan saling berbagi untuk suatu tujuan yang sama. Asosiasi terdiri atas kegiatan yang bersifat formal maupun nonformal. Beberapa contoh tipe asosiasi adalah berdasarkan keyakinan, kesamaan profesi, kesamaan hobi, dan sebagainya. Terdapat beberapa macam bentuk modal sosial, yaitu fisik (lembaga), misalnya asosiasi dan institusi. Institusi adalah suatu lembaga yang mempunyai struktur organisasi yang jelas dan biasanya sebagai salah satu faktor utama dalam proses pengembangan komunitas masyarakat.
3. Modal Fisik
Terdiri atas dua kelompok utama, yaitu:
- Bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses pembelajaran, laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan.
- Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan lain-lain.
4. Modal Lingkungan/alam
- Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup. Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.
- Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali untuk menenun, dan sebagainya.
5. Modal Finansial
- Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas.
- Modal finansial termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan pajak, hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal.
- Modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.
6. Modal Politik
- Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas.
- Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.
7. Modal Agama dan budaya
- Upaya pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih sayang, dan unsur dari kebijakan praktis (dorongan utama pada kegiatan pelayanan). Termasuk juga kepercayaan, nilai, sejarah, makanan, warisan budaya, seni, dan lain-lain.
- Kebudayaan yang unik di setiap daerah masing-masing merupakan serangkaian ide, gagasan, norma, perlakuan, serta benda yang merupakan hasil karya manusia yang hidup berkembang dalam sebuah ruang geografis.
- Agama merupakan suatu sistem berperilaku yang mendasar, dan berfungsi untuk mengintegrasikan perilaku individu di dalam sebuah komunitas, baik perilaku lahiriah maupun simbolik. Agama menuntut terbentuknya moral sosial yang bukan hanya kepercayaan, tetapi juga perilaku atau amalan.
- Identifikasi dan pemetaan modal budaya agama merupakan langkah yang sangat penting untuk melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu komunitas, termasuk kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung atau tidak langsung di dalamnya.
- Sangat penting kita mengetahui sejauh mana keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang pengembangan perencanaan dan kegiatan bersama.
Studi kasus Deficit Based Thinking dan Asset Based Thinking
Klik disini untuk menonton videonya
Studi kasus 1:
Ibu Yuni adalah salah satu guru SMP favorit yang selalu diincar oleh para orang tua. Sekolah tersebut juga selalu menduduki peringkat I rerata perolehan nilai UN. Murid-murid begitu kompetitif memperoleh nilai ulangan dan prestasi lainnya, dan dalam keseharian proses belajar mengajar, murid terlihat sangat patuh dan tertib. Bahkan, ada yang bergurau bahwa murid di sekolah favorit tersebut tetap antusias belajar meskipun jam kosong.
Keadaan berubah semenjak regulasi PPDB Zonasi digulirkan. Ibu Yuni mulai sering marah-marah di kelas karena karakter dan tingkat kepandaian murid-muridnya yang heterogen. Sering terdengar, meja guru digebrak oleh Ibu Yuni karena kondisi kelas yang susah dikendalikan. Apalagi, jika murid-murid tidak kunjung paham terhadap materi pelajaran yang Ibu Yuni jelaskan. Seringkali, begitu keluar dari kelas, raut muka Ibu Yuni merah padam dan kelelahan. Suatu hari, ada laporan berupa foto dari layar telepon genggam yang menunjukkan tulisan tentang Ibu Yuni menjadi bulan-bulanan murid-murid di grup WhatsApp.
Beberapa murid dipanggil oleh Guru BK. Ibu Yuni juga berada di ruang konseling saat itu, beliau marah besar dan tidak terima penghinaan yang dilontarkan lewat pesan WA murid-muridnya. Bahkan, beliau memboikot, tidak akan mengajar jika murid-murid yang terlibat pembicaraan tersebut tidak dikeluarkan dari sekolah. Kasus tersebut terdengar pula oleh guru-guru sekolah non favorit. “Saya mah sudah biasa menghadapi murid nakal dan bebal.” Kata Bu Siti, yang mengajar di sekolah non favorit.
Pertanyaan
Bagaimana Anda melihat kasus Ibu Yuni ini? Hubungkan dengan segala aspek yang bisa didiskusikan dari materi modul ini
Jawaban studi kasus I : Menurut saya, ibu Yuni belum siap menghadapi kenyataan. Ibu Yuni membanding-bandingkan muridnya yang awalnya murid-muridnya kompetitif, patuh dan tertib. Namun sekarang, murid-muridnya memiliki karakter dan tingkat kepandaian yang heterogen. Beliau terlalu fokus pada kekurangan muridnya. sehingga muncul rasa kecewa yang besar. Seharusnya beliau melakukan teknik kesadaran penuh agar bisa berpikir tenang. Kemudian memandang muridnya dengan nilai positif. Semua murid itu unik dan memiliki kelebihan masing-masing. Justru ini adalah kesempatan emas bagi ibu Yuni untuk bisa melejitkan potensi murid-muridnya. Kemampuan ibu Yuni dalam memetakan kebutuhan belajar murid akan mampu menggali potensi mereka dengan maksimal
Studi kasus 2:
Pak Parjo, guru yang dicintai para muridnya. Cara mengajarnya hebat, ramah, dan menyayangi murid layaknya anak sendiri. Suatu ketika, Dinas Pendidikan daerah membuka lowongan pengawas sekolah. Kepala Sekolah merekomendasi Pak Parjo untuk mendaftar seleksi calon pengawas sekolah. Kepala sekolah memilih Pak Parjo untuk mengikuti seleksi karena selain berkualitas, dewan gurupun begitu antusias mendukung Pak Parjo mengikuti seleksi calon pengawas sekolah.
Secara portofolio, penghargaan kejuaraan perlombaan guru, karya alat peraga berbahan limbah yang Pak Parjo ikuti selalu bisa sampai mendapatkan penghargaan lomba tingkat nasional. Kecerdasannya pun juga luar biasa di mana nilai Uji Kompetensi Gurunya (UKG) bisa mencapai nilai 90, Namun, Pak Parjo justru merasa sedih direkomendasikan kepala sekolahnya mengikuti seleksi calon pengawas sekolah.
Saya melihat kasus pak Parjo termasuk dilema etika, menghadapi dua pilihan yang sama benar. Sebagai kepala sekolah, sebaiknya melakukan diskusi dengan pak Parjo. Terapkan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan mulai dari menentukan nilai-nilai yang bertentangan (kenapa pa parjo merasa sedih ketika direkomendasikan untuk mengikuti seleksi calon pengawas sekolah padahal harusnya senang bisa berkiprah mengepakkan sayap lebih lebar dalam menyebarkan ilmu beliau di dunia pendidikan), pihak yang terlibat, kumpulkan fakta yang relevan, pengujian (uji legal, regulasi, intuisi, publikasi dan panutan), paradigma, prinsip resolusi, investigasi opsi trilema, buat keputusan, tinjau lagi keputusan dan refleksikan. Apapun hasil keputusan diserahkan kepada pak Parjo, Kepala sekolah hanya menyarankan/memberi masukan tentang kekuatan yang dimiliki pak Parjo